Minggu, 17 April 2011

Berperang Melawan Logika Badar

by Winarti Halim on Tuesday, April 12, 2011 at 9:01pm


Kesedihan saya hilang sore ini, anehnya setelah dicemooh pada asumsi
 kepartaian saya karena jilbab panjang saya dan berita miring yang terus
 berhembus beberapa hari ini, pada sebuah forum yang sebenarnya membahas
 tentang prospek pelatihan petani. Seperti ada ilham yang datang pada
 kediaman saya, bisikan perlahan tentang kemanusiaan dan logika yang bermuara
 tentang negeri ideal, pemerintahan impian tetapi berakhir pada makian
 mental-mental pecundang. Yang bermimpi memiliki pahlawan tetapi tidak mau
 melahirkan, membesarkan lalu mendidik gen-gen kebesaran untuk bertahan pada
 tsunami-tsunami panjang kehidupan.

 Kepedihan ini akan saya singkirkan sebentar, sedikit saya nikmati mungkin,
 karena saya merasa ribuan pedih yang sama sedang merajuk pada Rabbnya,
 merebah dan merendah mengingat jalan panjang yang dulu sering kami nyanyikan
 pada nasyid kesukaan tetapi ketika kami jalani saat ini kenapa rasanya
 begitu getir, nyinyir seakan diludahi sampah oleh cemoohan banci orang-orang
 sakit hati.

 Dulu, ketika memutuskan berhijab disaat popularitas perempuan berjilbab di
 SMA saya tidak lebih dari 3 %, saya ingat saya hanya punya jilbab satu2nya
 dengan rok jelek pemberian senior. Sisanya digunting dan dibuang oleh wanita
 yg paling saya sayangi. Pada pagi yang sama ketika sebuah gelas yang
 dilempar kepada saya pada tanda Tanya besar kenapa saya harus norak menutup
 rambut saya. Sementara 6 bulan yang lalu shalat lima waktu masih begitu
 asing.

 Pagi itu Ramadhan yang akan begitu berkesan pada sepanjang hidup saya.
 Sepanjang hidup keislaman saya, pada seorang perempuan yang memperkenalkan
 saya shalat dhuha di tengah shalat wajib saya yang entah kemana, pada
 seorang sahabat yang menyemangati saya untuk pidato kebangsaan di tengah
 kelas tentang bahayanya kemunafikan mencontek , pada keikhlasannya
 mengajarkan saya beda Kho dan Kha beda Shod dan Sa, sementara ongkosnya saja
 untuk kuliah hasil dari berjualan Sabili dan Annida. Pada seorang ikhwan
 yang jatuh terluka karena terlalu menunduk menahan syahwat remajanya yang
 sedang jatuh cinta. Pada seorang sahabat yang mengajarkan tentang rasa
 hormat dan sayang pada orang tua, pada kondisi seberat apapun, setidak ideal
 apapun, sementara putus asa sudah di depan mata, dan bertahun kemudian saya
 merasakan kenikmatan birrul waliddain itu karena dia.

 Saya sudah benar-benar jatuh cinta..pada keikhlasan-keikhlasan itu, air
 mata-air mata itu, pada mereka yang selalu bersabar pada kesulitan dan
 kemiskinan hidup mereka, pada mereka yang bersyukur dan zuhud pada
 kegemilangan harta mereka. Saya tak bisa lari dari mereka, saya senang
 menangis bersama mereka, menerima do’a-do’a rahasia mereka dan kenikmatan
 ukhuwah melalui kejutan-kejutan kecil dalam kebaikan tak berpamrih dari
 mereka yang mengemis jalan Muhammad.

  Faham sekali kalau yang berkembang dinegeri saya sekarang bukanlah Islam
 yang bisa dibunuh seperti membunuh seorang bayi. Pencet saja hidungnya dia
 akan mati. Islam yang ini harus dikejar dengan sniper, dihitamkan dengan
 tipu-tipu, diibumihanguskan dengan kelicikan otak berIQ hampir 200 sedang
 keimanan NOL. Dengan sogokan Bantuan Sosial ala AMerika, Dengan Media
 berpenyakit AIDS milik konglomerat yang murtad jadi politisi.

 Islam yang ini harus jauh-jauh dari politik, diam-diam saja di Masjid.
 Larangan jangan sok suci ini akan terus disuarakan pada bangkai demokrasi
 buatan Yunani editan Thomas Jefferson. Karena Materialisame Ideologi dan
 Logika sekarang adalah ala Tan Malaka, Mark Zuckerberg dan Punjabi. Lebih
 sering youtube dan American Idol.

 Bukan salah bapak pak, salah saya, karena beberapa hari sebelumnya saya pun
 membuka email berisi virus untuk melihat aurat yang tidak seharusnya. Saya…
 baut kecil ini bermaksiat…lebih parah dari bapak…karena saya melihatnya
 hanya berdua saja dengan Allah dan para malaikat, tidak ada yang mencemooh
 atau membuat saya merasa rusak-serusaknya…lalu bertaubat dan hanya bisa
 pasrah menunggu azab neraka, sementara bapak..mungkin sudah impas Pak ;).
 Dapat bonus malah..

 Bukan salah ibu, salah saya, saya yang sering meniadakan dhuha dalam pagi
 saya, berma’tsurat dengan facebook dan tilawah lagu India, pada Shubuh yang
 disibukkan dengan mimpi menulikan telinga pada azan yang mengumandang di
 sana. Astaghfirullahh…al’adziem..

 Saya memilih jalan ini bukan karena berharap mereka tidak pernah salah,
 tetapi saya yakin mereka selalu berusaha benar, meski pedang itu bisa saja
 mengiris ulu hati terdalam karena kebodohan, fitnah dunia, perempuan dan
 setan futur dalam iman.

 Bertahan saja saudaraku bertahan disana, karena keputusan syuro berenang di
 senayan sudah selesai. Saatnya hadapi sama-sama. Saatnya kita songsong
 kemenangan Khaibar, meski mungkin do’a kita harus jauh lebih khusyuk dan
 merendah sampai kutub paling dalam gaya Do’a Badar Rasulullah. Kita memang
 anak kecil yang masih belajar melawan beruang. Tapi kau punya bahasa
 kemenangan Al-Quran. Bertahanlah. Kita perbaiki perlahan semua hal yang
 salah. Kita diskusikan Teori Konflik dan Diplomasi ala Yahudi, Kita Bahas
 lagi tentang koalisi, Kita cari rezeki untuk jadi Raja Media paling tajir di
 negeri ini.

 Saya memilih jalan ini bukan karena berharap mereka tidak pernah salah,
 tetapi saya yakin mereka selalu berusaha benar, meski pedang itu bisa saja
 mengiris ulu hati terdalam karena kebodohan, fitnah dunia, perempuan dan
 setan futur dalam iman.

 Saya akan tetap berdiri disini, meski saya harus sok tahu bagaimana rasa
 gemas seorang Umar bin Khatab karena Rasulullah menandatangani perjanjian
 Hudabiiyah, karena menganggap terlalu merusak tinggi harga diri, mengobral
 keberanian ksatria Badar, padahal jauh di masa depan, perjanjian itu
 mendatangkan kemenangan atas Mekah, Persia dan Romawi.
 Saat ini, bahasa politik anda juga membuat saya pening menahan muntah. Saya,
 saya adalah oposan terberat anda, anda boleh membangun gedung itu, tapi saya
 bakar dulu gedung yang lama, anda boleh menaikkan kembali gaji anda, tapi
 saya akan jadi Robbin Hood yang merampok anda di jalan sampai sisa kaos
 dalam anda lalu saya berikan ke petani Papua sana. Saya, tidak suka anda
 jadi Menteri dan Koalisi subtitusi. Jadi oposan saja selamanya. Oposan
kemungkaran dan korupsi. Titik. Penghabisan sampai mati.

 Tapi saya juga hampa dalam mengusulkan solusi, saya tidak sanggup membangun
 revolusi, mencari pengganti idealis untuk negeri ini, saya terus saja
 kelaparan mencari pahlawan, dan terjebak menjadi komentator payah yang
 kekenyangan umpatan dan celaan tapi diam tak bergerak dengan gemuk perut dan
 lemak dunia atas nama nafkah keluarga. Dan menyadari, masuk ke sistem itu
 adalah pilihan buruk diantara yang lebih buruk karena konsekuensinya adalah
 persaingan dagang yang lebih menyedihkan dari tanam paksa dan neoliberal.

 Dan saya menyepakati bahwa senayan harus dicuci perlahan-lahan.
 Bertahan dalam terjangan ini, membuat kekerdilan saya pada titik nadirnya.

 Izinkan saya berbisik ya Allah, kutitipkan dalam sayap malaikatmu malam ini
 Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah,
 Sampai senandung revolusi keimanan menjadi gaung di negeri sakit hati ini

 Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
 Sampai Kau maafkan kami karena kelalaian dan kebodohan kami

 Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
 Sampai perut-perut lapar di ujung pelosok negeri ini menjadi penuh karena
 kebaikan dakwah ini

 Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
 Pada komitmen dhuha dan hafalan kami yang sedikit, pada getirnya merealisasi
 cita-cita tentang kesholehan yang kau ridhai, pada rahasia cinta dan
 keikhlasan Musa dan Ibrahim dan celengen kami yang tak jua bertambah untuk
 pergi Haji.

 Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah, meski luka dan darahnya
 harus kami hisapi sendiri ditengah kegemilangan parodi dunia yang tidak
 berharga lagi

 Sampai kafan putih kami berbau kesturi

 Lalu kami menangis sedih karena lalai berimbas pada Istana kami yang kurang
 tinggi di syurga nanti.

 Kutitipkan Baiat ini padamu ya Allah dengan Bismillah, Istighfar dan
 Hamdallah. Dan memohon agar kau matikan kami dalam kondisi terbaik di
 hadapanmu. Dan Kau Jadikan kami rendah dihadapan diri kami sendiri
 Tengah-tengah dihadapan manusia Tetapi Kau jadikan kami tinggi di hadapanMu

 Pada ruku dan sujud ratapan kami

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates