by Winarti Halim on Tuesday, April 12, 2011 at 9:01pm
Kesedihan saya hilang sore ini, anehnya setelah dicemooh pada asumsi
kepartaian saya karena jilbab panjang saya dan berita miring yang terus
berhembus beberapa hari ini, pada sebuah forum yang sebenarnya membahas
tentang prospek pelatihan petani. Seperti ada ilham yang datang pada
kediaman saya, bisikan perlahan tentang kemanusiaan dan logika yang bermuara
tentang negeri ideal, pemerintahan impian tetapi berakhir pada makian
mental-mental pecundang. Yang bermimpi memiliki pahlawan tetapi tidak mau
melahirkan, membesarkan lalu mendidik gen-gen kebesaran untuk bertahan pada
tsunami-tsunami panjang kehidupan.
Kepedihan ini akan saya singkirkan sebentar, sedikit saya nikmati mungkin,
karena saya merasa ribuan pedih yang sama sedang merajuk pada Rabbnya,
merebah dan merendah mengingat jalan panjang yang dulu sering kami nyanyikan
pada nasyid kesukaan tetapi ketika kami jalani saat ini kenapa rasanya
begitu getir, nyinyir seakan diludahi sampah oleh cemoohan banci orang-orang
sakit hati.
Dulu, ketika memutuskan berhijab disaat popularitas perempuan berjilbab di
SMA saya tidak lebih dari 3 %, saya ingat saya hanya punya jilbab satu2nya
dengan rok jelek pemberian senior. Sisanya digunting dan dibuang oleh wanita
yg paling saya sayangi. Pada pagi yang sama ketika sebuah gelas yang
dilempar kepada saya pada tanda Tanya besar kenapa saya harus norak menutup
rambut saya. Sementara 6 bulan yang lalu shalat lima waktu masih begitu
asing.
Pagi itu Ramadhan yang akan begitu berkesan pada sepanjang hidup saya.
Sepanjang hidup keislaman saya, pada seorang perempuan yang memperkenalkan
saya shalat dhuha di tengah shalat wajib saya yang entah kemana, pada
seorang sahabat yang menyemangati saya untuk pidato kebangsaan di tengah
kelas tentang bahayanya kemunafikan mencontek , pada keikhlasannya
mengajarkan saya beda Kho dan Kha beda Shod dan Sa, sementara ongkosnya saja
untuk kuliah hasil dari berjualan Sabili dan Annida. Pada seorang ikhwan
yang jatuh terluka karena terlalu menunduk menahan syahwat remajanya yang
sedang jatuh cinta. Pada seorang sahabat yang mengajarkan tentang rasa
hormat dan sayang pada orang tua, pada kondisi seberat apapun, setidak ideal
apapun, sementara putus asa sudah di depan mata, dan bertahun kemudian saya
merasakan kenikmatan birrul waliddain itu karena dia.
Saya sudah benar-benar jatuh cinta..pada keikhlasan-keikhlasan itu, air
mata-air mata itu, pada mereka yang selalu bersabar pada kesulitan dan
kemiskinan hidup mereka, pada mereka yang bersyukur dan zuhud pada
kegemilangan harta mereka. Saya tak bisa lari dari mereka, saya senang
menangis bersama mereka, menerima do’a-do’a rahasia mereka dan kenikmatan
ukhuwah melalui kejutan-kejutan kecil dalam kebaikan tak berpamrih dari
mereka yang mengemis jalan Muhammad.
Faham sekali kalau yang berkembang dinegeri saya sekarang bukanlah Islam
yang bisa dibunuh seperti membunuh seorang bayi. Pencet saja hidungnya dia
akan mati. Islam yang ini harus dikejar dengan sniper, dihitamkan dengan
tipu-tipu, diibumihanguskan dengan kelicikan otak berIQ hampir 200 sedang
keimanan NOL. Dengan sogokan Bantuan Sosial ala AMerika, Dengan Media
berpenyakit AIDS milik konglomerat yang murtad jadi politisi.
Islam yang ini harus jauh-jauh dari politik, diam-diam saja di Masjid.
Larangan jangan sok suci ini akan terus disuarakan pada bangkai demokrasi
buatan Yunani editan Thomas Jefferson. Karena Materialisame Ideologi dan
Logika sekarang adalah ala Tan Malaka, Mark Zuckerberg dan Punjabi. Lebih
sering youtube dan American Idol.
Bukan salah bapak pak, salah saya, karena beberapa hari sebelumnya saya pun
membuka email berisi virus untuk melihat aurat yang tidak seharusnya. Saya…
baut kecil ini bermaksiat…lebih parah dari bapak…karena saya melihatnya
hanya berdua saja dengan Allah dan para malaikat, tidak ada yang mencemooh
atau membuat saya merasa rusak-serusaknya…lalu bertaubat dan hanya bisa
pasrah menunggu azab neraka, sementara bapak..mungkin sudah impas Pak ;).
Dapat bonus malah..
Bukan salah ibu, salah saya, saya yang sering meniadakan dhuha dalam pagi
saya, berma’tsurat dengan facebook dan tilawah lagu India, pada Shubuh yang
disibukkan dengan mimpi menulikan telinga pada azan yang mengumandang di
sana. Astaghfirullahh…al’adziem..
Saya memilih jalan ini bukan karena berharap mereka tidak pernah salah,
tetapi saya yakin mereka selalu berusaha benar, meski pedang itu bisa saja
mengiris ulu hati terdalam karena kebodohan, fitnah dunia, perempuan dan
setan futur dalam iman.
Bertahan saja saudaraku bertahan disana, karena keputusan syuro berenang di
senayan sudah selesai. Saatnya hadapi sama-sama. Saatnya kita songsong
kemenangan Khaibar, meski mungkin do’a kita harus jauh lebih khusyuk dan
merendah sampai kutub paling dalam gaya Do’a Badar Rasulullah. Kita memang
anak kecil yang masih belajar melawan beruang. Tapi kau punya bahasa
kemenangan Al-Quran. Bertahanlah. Kita perbaiki perlahan semua hal yang
salah. Kita diskusikan Teori Konflik dan Diplomasi ala Yahudi, Kita Bahas
lagi tentang koalisi, Kita cari rezeki untuk jadi Raja Media paling tajir di
negeri ini.
Saya memilih jalan ini bukan karena berharap mereka tidak pernah salah,
tetapi saya yakin mereka selalu berusaha benar, meski pedang itu bisa saja
mengiris ulu hati terdalam karena kebodohan, fitnah dunia, perempuan dan
setan futur dalam iman.
Saya akan tetap berdiri disini, meski saya harus sok tahu bagaimana rasa
gemas seorang Umar bin Khatab karena Rasulullah menandatangani perjanjian
Hudabiiyah, karena menganggap terlalu merusak tinggi harga diri, mengobral
keberanian ksatria Badar, padahal jauh di masa depan, perjanjian itu
mendatangkan kemenangan atas Mekah, Persia dan Romawi.
Saat ini, bahasa politik anda juga membuat saya pening menahan muntah. Saya,
saya adalah oposan terberat anda, anda boleh membangun gedung itu, tapi saya
bakar dulu gedung yang lama, anda boleh menaikkan kembali gaji anda, tapi
saya akan jadi Robbin Hood yang merampok anda di jalan sampai sisa kaos
dalam anda lalu saya berikan ke petani Papua sana. Saya, tidak suka anda
jadi Menteri dan Koalisi subtitusi. Jadi oposan saja selamanya. Oposan
kemungkaran dan korupsi. Titik. Penghabisan sampai mati.
Tapi saya juga hampa dalam mengusulkan solusi, saya tidak sanggup membangun
revolusi, mencari pengganti idealis untuk negeri ini, saya terus saja
kelaparan mencari pahlawan, dan terjebak menjadi komentator payah yang
kekenyangan umpatan dan celaan tapi diam tak bergerak dengan gemuk perut dan
lemak dunia atas nama nafkah keluarga. Dan menyadari, masuk ke sistem itu
adalah pilihan buruk diantara yang lebih buruk karena konsekuensinya adalah
persaingan dagang yang lebih menyedihkan dari tanam paksa dan neoliberal.
Dan saya menyepakati bahwa senayan harus dicuci perlahan-lahan.
Bertahan dalam terjangan ini, membuat kekerdilan saya pada titik nadirnya.
Izinkan saya berbisik ya Allah, kutitipkan dalam sayap malaikatmu malam ini
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah,
Sampai senandung revolusi keimanan menjadi gaung di negeri sakit hati ini
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
Sampai Kau maafkan kami karena kelalaian dan kebodohan kami
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
Sampai perut-perut lapar di ujung pelosok negeri ini menjadi penuh karena
kebaikan dakwah ini
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
Pada komitmen dhuha dan hafalan kami yang sedikit, pada getirnya merealisasi
cita-cita tentang kesholehan yang kau ridhai, pada rahasia cinta dan
keikhlasan Musa dan Ibrahim dan celengen kami yang tak jua bertambah untuk
pergi Haji.
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah, meski luka dan darahnya
harus kami hisapi sendiri ditengah kegemilangan parodi dunia yang tidak
berharga lagi
Sampai kafan putih kami berbau kesturi
Lalu kami menangis sedih karena lalai berimbas pada Istana kami yang kurang
tinggi di syurga nanti.
Kutitipkan Baiat ini padamu ya Allah dengan Bismillah, Istighfar dan
Hamdallah. Dan memohon agar kau matikan kami dalam kondisi terbaik di
hadapanmu. Dan Kau Jadikan kami rendah dihadapan diri kami sendiri
Tengah-tengah dihadapan manusia Tetapi Kau jadikan kami tinggi di hadapanMu
Pada ruku dan sujud ratapan kami
Minggu, 17 April 2011
Berperang Melawan Logika Badar
07.16
Santika DPD Badung
No comments
0 komentar:
Posting Komentar