Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Rabu, 20 April 2011

Pidato Ketua Majlis Syuro pada Milad PKS


Tiga Makna Kelahiran
(KH. Hilmi Aminuddin – Ketua Majelis Syuro PKS)

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Kepada seluruh tamu undangan yang Kami hormati, kepada seluruh jajaran pengurus Partai Keadilan Sejahtera dan kepada segenap kader Partai Keadilan Sejahtera, Ikhwan dan Akhwat fillah saya ucapkan selamat berulang tahun. Semoga Allah terus memberikan kejayaan kepada kita dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan, memberikan taufik dan hidayah dan inayahNya kepada kita.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah SWT, setiap hari selalu ada yang memperingati hari ulang tahun atau hari kelahiran baik kelahiran sebagai pribadi atau sebagai komunitas, kelahiran organisasi-organisasi dan kelahiran bangsa-bangsa. Hari ini, kita bersama-sama dengan riayah dan inayah dari Allah SWT juga memperingati kelahiran lembaga perjuangan ini: Partai Keadilan Sejahtera.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah SWT, hal yang paling penting dalam memperingati hari kelahiran adalah membangkitkan rasa syukur kepada Allah SWT

{ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم: 7]

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(QS Ibrahim 7)

Bila kita pandai bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT, niscaya Allah akan memberikan tambahan berupa limpahan karuniaNya, limpahan rahmatNya kepada kita semua. Oleh karenanya untuk memantapkan rasa syukur kita, kita harus memahami makna kelahiran kita, makna kelahiran setiap insan, makna kelahiran setiap umat dan makna kelahiran setiap bangsa.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah SWT, kita tidak akan lahir ke dunia ini kecuali disebabkan oleh adanya mawaddah warahmah, adanya mahabbah warahmah. Kita lahir karena adanya cinta dan kasih sayang dari ibu dan bapak kita. Kita lahir melalui kasih sayang kedua orang tua kita dan kelahiran kita disambut oleh kasih sayang kerabat, saudara dan handai taulan kita. Oleh karena itu kita lahir untuk membawa misi rahmatan lilalamin. Kita lahir untuk menyebar kasih sayang kepada seluruh lapisan ummat, seluruh lapisan bangsa, bahkan seluruh lapisan kemanusiaan. Kita lahir dengan membawa mahabbah warahmah.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah SWT, kita dilahirkan dengan penuh cinta dan kasih sayang, kita pun lahir dengan kehormatan dan kemuliaan.

{ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ} [المنافقون: 8]

Padahal izzah (kehormatan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (QS Munafiqun 8)

Selain kehormatan Allahpun memberikan kemuliaan kepada kita di atas semua makhluk lainnya yang diciptakanNya.

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (الأسراء :٧٠)

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Al-Isra : 70)

Kita lahir dengan kehormatan dan kemuliaan, oleh karena itu setelah kita diberi kehormatan dan kemuliaan oleh Allah, tidak boleh kita menempatkan diri kita dalam posisi yang lemah dan hina, karena kita telah lahir dengan kehormatan dan kemuliaan setelah sebelumnya kita lahir dengan kecintaan dan kasih sayang.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah SWT, insya Allah kelahiran kita juga adalah untuk membangun kehormatan dan kemuliaan umat, bangsa dan negara serta kemanusiaan. Kitapun lahir kedunia dengan mengemban amanah dan memikul tanggung jawab. Kita lahir dengan membawa misi ibadah dan tugas kekhilafahan di dunia ini.

{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ} [الذاريات: 56]

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS Adz-Dzariyat : 56)

{وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً } [البقرة: 30]

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al-Baqarah : 30)

Kita lahir sudah dengan mengemban amanah dan memikul tanggungjawab yang sebelumnya oleh Allah SWT telah ditawarkan kepada makhluk-makhluk lain:

{إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا} [الأحزاب: 72]

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh (QS Al Ahzab 72)

Amanah dan tanggung jawab ini harus kita tunaikan , sebab seluruh gerak, ibadah, tindakan dan ucapan kita akan dituntut pertanggungjawabannya oleh Allah SWT, inna sam’a wal bashoro wal fuadakullun ulaika kana anhu masula:

{إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا} [الإسراء: 36]

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS al-Isra 36)

Oleh karena itu harus kita sadari bahwa tidak bisa kita mengkhianati manah yang kita emban dan tanggung jawsab yang kita pikul tersebut:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [الأنفال: 27]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Al-Anfal : 27)

Kader Partai Keadilan Sejahtera, kader Partai Dakwah dan kader Gerakan Dakwah harus senantiasa mengingat tiga nilai atau tiga makna kelahiran ini:

1. Wulidna bilmahabbati warahmah (ولدنا بالمحبة والرحمة), kita lahir dengan membawa misi penyebar kasih sayang

2. Wulidna bil izzati walkaramah (ولدنا بالعزة والكرامة), kita lahir dengan kehormatan dan kita lahir untuk meraih kejayaan

3. Wulidna bilamanati bil masuliyah (ولدنا بالأمانة و المسؤلية), kita lahir untuk terus dan terus memikul tanggungjawab, mengemban amanah yang insya Allah kita bersama-sama akan menghadap Allah untuk dimintai pertanggungjawabannya sejauh mana amanah dan mausliyah itu kita laksanakan.

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah, kader PKS yang mengemban misi amanah dan masuliyah ini, insya Allah senantiasa bersyukur sehingga hari ini merupakan hari Syukrun Azhim, syukuran yang agung yang insya Allah berarti kita akan mendapatkan kemenangan-kemenangan besar pula sesuai dengan janjinya bahwa orang yang bersyukur akan mendapatkan tambahan nikmat. Sehingga umat, bangsa, negara dan umat manusia pun akan berada dalam kehormatan dan kemuliaan karena itu adalah pangkal kejayaan di dunia dan akhirat. Allahu Akbar, Allahu Akbar .

Wassalamu’alaikum Wr.Wb




---
Pidato Kebangsaan Ketua Majelis Syuro PKS KH. Hilmi Aminuddin di depan lebih dari 300 ribu kader dan simpatisan. Dalam Acara Milad PKS Ke – 13 di Gelora Bung Karno, Ahad 17 April 2011.

*posted: pkspiyungan.blogspot.com

MUSH'AB BIN UMAIR "Duta Islam Yang Pertama"

Mush'ab bin Umair salah seorang di antara para shahabat Nabi. Alangkah baiknya jika kita, memulai kisah dengan pribadi-nya: Seorang remaja Quraisy terkemuka, seorang yang paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan. Para muarrikh dan ahli riwayat melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Mekah yang mempunyai nama paling harum". Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya· Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa sebagai yang dialami Mush'ab bin Umair. Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat sedemikian rupa hingga menjadi buah cerita tentang keimanan, menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan. Sungguh, suatu riwayat penuh pesona, riwayat Mush'ab bin Umair atau "Mush'ab yang baik", sebagai biasa digelarkan oleh Kaum Muslimin. Ia salah satu di antara pribadi-pribadi Muslimin yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan umumnya. Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin ... Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mengatakan bahwa dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai da'i yang mengajak ummat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa.

Sementara perhatian warga Mekah terpusat pada berita itu, dan tiada yang menjadi buah pembicaraan mereka kecuali tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta Agama yang dibawanya, maka anak muda yang manja ini paling banyak mendengar berita itu. Karena walaupun usianya masih belia, tetapi ia menjadi bunga majlis tempat-tempat pertemuan yang selalu diharapkan kehadirannya oleh para anggota dan teman-temannya. Gayanya yang tampan dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan masalah.

Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.

Keraguannya tiada berjalan lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu senja didorong oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah saw. sering berkumpul dengan para shahabatnya, tempat mengajarnya ayat-ayat al-Quran dan membawa mereka shalat beribadat kepada Allah Yang Maha Akbar.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran pada kalbunya.

Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak ubah bagai lautan yang teduh dan dalam.

Pemuda yang telah Islam dan Iman itu nampak telah memiliki ilmu dan hikmah yang luas berlipat ganda dari ukuran usianya dan mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah jalan sejarah ...! Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan ditakuti.

Ketika Mush'ab menganut Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri, bahkan walau seluruh penduduk Mekah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah. Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majelis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan bersedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.

Tetapi di kota Mekah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak.

Kebetulan seorang yang bernama Usman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Mekah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketaqwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut puteranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai -- demi melihat nur atau cahaya yang membuat wajah yang telah berseri cemerlang itu kian berwibawa dan patut diindahkan -- menimbulkan suatu ketenangan yang mendorong dihentikannya tindakan.

Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab terhindar memukul dan menyakiti puteranya, tetapi tak dapat menahan diri dari tuntutan bela berhala-berhalanya dengan jalan lain. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya amat rapat.

Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habsyi. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lain pergi ke Habsyi melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lain pulang ke Mekah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para shahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.

Baik di Habsyi ataupun di Mekah, ujian dan penderitaan yang harus dilalui Mush'ab di tiap saat dan tempat kian meningkat. Ia telah selesai dan berhasil menempa corak kehidupannya menurut pola yang modelnya telah dicontohkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. la merasa puas bahwa kehidupannya telah layak untuk dipersembahkan bagi pengorbanan terhadap Penciptanya Yang Maha Tinggi, Tuhannya Yang Maha Akbar ...

Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah saw. Demi memandang Mush'ab, mereka sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka -- pakaiannya sebelum masuk Islam -- tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia, seraya bersabda:
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang yang telah mengingkari berhala dan patut beroleh kutukan daripadanya, walau anak kandungnya sendiri.

Akhir pertemuan Mush'ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencobamengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil satu keputusan, tak ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush'ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.

Saat perpisahan itu menggambarkan kepada kita kegigihan luar biasa dalam kekafiran fihak ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan keimanan dari fihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata: "Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi".

Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata: "Wahai bunda! Telah aku sampaikan nasihat kepada ibu, dan aku meras kasihan kepada ibu. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".

Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut: "Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi".

Demikian Mush'ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar.

Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan 'aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah merubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani ...

Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai'at kepada Rasulullah di bukit 'Aqabah. Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama-Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya di kalangan shahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada "Mush'ab yang baik".

Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tepatan atau kota hijrah, pusat para da'i dan da'wah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan pembela al-Islam.

Mush'ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa fikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.

Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah bai'at di bukit 'Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasulnya.

Pada musim haji berikutnya dari perjanjian 'Aqabah, Kaum Muslimin Madinah mengirim utusan yang mewakili mereka menemui Nabi. Dan utusan itu dipimpin oleh guru mereka, oleh duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mush'ab bin Umair.

Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana, Mush'ab bin Umair telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atas dirinya itu tepat. Ia memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah ditetapkan.

la sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu Agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaqnya mengikuti pola hidup Rasulullah yang diimaninya, yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka ....

Di Madinah Mush'ab tinggal sebagai tamu di rumah As'ad bin Zararah. Dengan didampingi As'ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat; Kitab Suci dari Allah, menyampaikan kalimattullah "bahwa Allah Tuhan Maha Esa" secara hati-hati.

Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta shahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush'ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush'ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Tuhan Yang Maha Esa yang belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang berdiam di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan salah satu di antaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan.

Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam fikiran suku Abdul Asyhal. Tetapi Tuhannya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam -- yang diserukan beribadah kepada-Nya -- oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak seorang pun yang dapat melihat-Nya.

Demi dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk beusama Mush'ab, mereka pun merasa kecut dan takut.
Tetapi "Mush'ab yang baik" tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.

Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush'ab dan As'ad bin Zararah, bentaknya: "Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!"

Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam..., laksana terang dan damainya cahaya fajar ...,terpancarlah ketulusan hati "Mush'ab yang baik", dan bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya: "Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!"

Sebenamya Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh Mush'ab untuk berbicara dan meminta petimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengar dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush'ab, dan jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan meninggalkan kampung dan masyarakat mereka untuk mencari tempat dan masyauakat lain, dengan tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain.

"Sekarang saya insaf", ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan. Demi Mush'ab membacakan ayat-ayat al-Quran dan menguraikan da'wah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah saw., maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya Dan belum lagi Mush'ab selesai dari uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada shahabatnya: "Alangkah indah dan benarnya ucapan itu .. ·! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk Agama ini?" Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush'ab: "Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah".

Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil memeras air dari rambutnya, lain ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah ….

Secepatnya berita itu pun tersiarlah. Keidaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa'ad bin Mu'adz. Dan setelah mendengar uraian Mush'ab, Sa'ad merasa puas dan masuk Islam pula.
Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya-bertanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin 'Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu .... Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya!"

Demikianlah duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya· Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu, dan Rasulullah bersama para shahabatnya hijrah ke Madinah.

Orang-orang Quraisy semakin geram dengan dendamnya, mereka menyiapkan tenaga untuk melanjutkan tindakan kekerasan terhadp hamba-hamba Allah yang shalih. Terjadilah perang Badar dan kaum Quraisy pun beroleh pelajaran pahit yang menghabiskan sisa-sisa fikiran sehat mereka, hingga mereka berusaha untuk menebus kekalahan. Kemudian datanglah giliran perang Uhud, dan Kaum Muslimin pun bersiap-siap mengatur barisan. Rasulullah berdiri di tengah barisan itu, menatap setiap wajah orang beriman menyelidiki siapa yang sebaiknya membawa bendera. Maka terpanggillah "Mush'ab yang baik", dan pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera.

Peperangan berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah melanggar tidak mentaati peraturan Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan dan mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan Kaum Muslimin beralih menjadi kekalahan.

Dengan tidak diduga pasukan berkuda Quraisy menyerbu Kaum Muslimin daui puncak bukit, lalu tombak dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk, membantai Kaum Muslimin yang tengah kacau balau. Melihat barisan Kaum Muslimin porak poranda, musuh pun menujukan serangan ke arah Rasulullah dengan maksud menghantamnya.

Mush'ab bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bagaikan ngauman singa ia bertakbir sekeras-kerasnya, lain maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkam. Minatnya tertuju untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Dengan demikian dirinya pribadi bagaikan membentuk barisan tentara ...

Sungguh, walaupun seorang diri, tetapi Mush'ab bertempur laksana pasukan tentara besar .... Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sedang yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam .... Tetapi musuh kian bertambah banyak juga, mereka hendak menyeberang dengan menginjak-injak tubuhnya untuk mencapai Rasulullah .

Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata, yang akan menceritakan saat-saat terakhir pahlawan besar Mush'ab bin Umair. Berkata Ibnu Sa'ad: "Diceritakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-'Abdari dari bapaknya, ia berkata:

Mush'ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan Kaum Muslimin pecah, Mush'ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah seorang musuh berkuda, Ibnu &umaiah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mush'ab mengucapkan:
Muhammad itu tiada lain hanyaIah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Maka dipegangnya bendera dengan tangan hirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya he dada sambil mengucaphan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasulj dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh "

Gugurlah Mush'ab dan jatuhlah bendera .... Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada .... Dan hal itu dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah pengurbanan dan keimanan. Di saat itu Mush'ab berpendapat bahwa sekiranya ia gugur, tentulah jalan para pembunuh akan terbuka lebar menuju Rasulullah tanpa ada pembela yang akan mempertahankannya. Demi cintanya yang tiada terbatas kepada Rasulullah dan cemas memikirkan nasibnya nanti, ketika ia akan pergi berlalu, setiap kali pedang jatuh menerbangkan sebelah tangannya, dihiburnya dirinya dengan ucapan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul"

Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yang selalu dibaca orang ....
Setelah pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang mulia ....Dan seolah-olah tubuh yang telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikannya wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan ditakutinya itu.

Atau mungkin juga ia merasa main karena telah gugur sebelum hatinya tenteram beroleh kepastian akan keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan mempertahankan Rasulullah sampai berhasil.

Wahai Mush'ab cukuplah bagimu ar-Rahman ....
Namamu harum semerbak dalam kehidupan ....
Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Berkata Khabbah ibnul'Urrat:

"Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga pastilah sudah pahala di sisi Allah. Di antara hami ada yang telah berlalu sebelum menikmati' pahalanya di dunia ini sedihit pun juga. Di antaranya ialah Mush'ab bin Umair yang tewa s di perang Uhud. Tak sehelai pun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan dahinya tutupilah delagan rumput idzkhir!"

Betapa pun luka pedih dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur pamanda Hamzah dan dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga bercucurlah air mata Nabi .... Dan betapapun penuhnya medan laga dengan mayat para shahabat dan kawan-kawannya, yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya .... Betapa juga semua itu, tapi Rasulullah tak melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan mengeluarkan isi hatinya .... Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush'ab bin Umair dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih sayang, dibacakannya ayat:
Di antara orang-orang Mu inin terdapat pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah.(Q.S. 33 al-Ahzab: 23)

Kemudian dengan mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda:
Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi seharang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.

Setelah melayangkan pandang, pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru:
Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.

Kemudian sambil berpaling ke arah shahabat yang masih hidup, sabdanya:
Hai manusia! Berziarahlah dan berltunjunglah kepada mereka, serta ucaphanlah salam Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari qiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereha akan mem balasnya.

Salam atasmu wahai Mush'ab ....
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada ....
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

ALI BIN ABI TALIB


Khalifah keempat (terakhir) dari al-Khulafa' ar-Rasyidun (empat khalifah besar);
orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak; sepupu Nabi SAW yang
kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Talib bin Abdul Muttalib bin Hasyim
bin Abd Manaf, adalah kakak kandung ayah Nabi SAW, Abdullah bin Abdul Muttalib.
Ibunya bernama Fatimah binti As'ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia
diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.
Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi SAW, sebagaimana
Nabi SAW pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu Muhammad SAW diangkat menjadi
rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima
dakwah Islam, setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi SAW. Sejak itu ia
selalu bersama Rasulullah SAW, taat kepadanya, dan banyak menyaksikan Rasulullah
SAW menerima wahyu. Sebagai anak asuh Rasulullah SAW, ia banyak menimba ilmu
mengenai rahasia ketuhanan maupun segala persoalan keagamaan secara teoretis dan
praktis.


Sewaktu Nabi SAW hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar as-Siddiq, Ali
diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah SAW dan tidur di tempat
tidurnya. Ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Kuraisy, supaya mereka menyangka
bahwa Nabi SAW masih berada di rumahnya. Ketika itu kaum Kuraisy merencanakan
untuk membunuh Nabi SAW. Ali juga ditugaskan untuk mengembalikan sejumlah barang
titipan kepada pemilik masing-masing. Ali mampu melaksanakan tugas yang penuh
resiko itu dengan sebaik-baiknya tanpa sedikit pun merasa takut. Dengan cara itu
Rasulullah SAW dan Abu Bakar selamat meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui
oleh kaum Kuraisy.


Setelah mendengar Rasulullah SAW dan Abu Bakar telah sampai ke Madinah, Ali pun
menyusul ke sana. Di Madinah, ia dikawinkan dengan Fatimah az-Zahra, putri
Rasulullah SAW, yang ketika itu (2 H) berusia 15 tahun.
Ali menikah dengan 9 wanita dan mempunyai 19 orang putra-putri. Fatimah adalah
istri pertama. Dari Fatimah, Ali mendapat dua putra dan dua putri, yaitu Hasan,
Husein, Zainab, dan Ummu Kulsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin Khattab.
Setelah Fatimah wafat, Ali menikah lagi berturut-turut dengan:

Ummu Bamin binti Huzam dari Bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra,
yaitu Abbas, Ja'far, Abdullah, dan Usman.
Laila binti Mas'ud at-Tamimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Abdullah dan
Abu Bakar.
Asma binti Umair al-Kuimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Yahya dan
Muhammad.
As-Sahba binti Rabi'ah dari Bani Jasym bin Bakar, seorang janda dari Bani
Taglab, yang melahirkan dua anak, Umar dan Ruqayyah;
Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah SAW, yang
melahirkan satu anak, yaitu Muhammad.
Khanlah binti Ja'far al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu
Muhammad (al-Hanafiah).
Ummu Sa'id binti Urwah bin Mas'ud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu
al-Husain dan Ramlah.
Mahyah binti Imri' al-Qais al-Kalbiah, yang melahirkan seorang anak bernama
Jariah.

Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak
perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat
sebagai khalifah. Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan kepada dirinya,
melainkanj uga kepada putra-putrinya.


Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya
menggetarkan hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi
SAW) bernama "Zul Faqar". Ia turut-serta pada hampir semua peperangan yang
terjadi di masa Nabi SAW dan selalu menjadi andalan pada barisan terdepan.


Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam,
sebagaimana tergambar dari sabda Nabi SAW, "Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali
pintu gerbangnya." Karena itu, nasihat dan fatwanya selalu didengar para
khalifah sebelumnya. Ia selalu ditempatkan pada jabatan kadi atau mufti.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus pemakamannya,
sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal pengganti Nabi SAW.
Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pengganti Nabi SAW dalam mengurus
negara dan umat Islam, Ali tidak segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya
beberapa bulan kemudian.


Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali termasuk salah seorang yang
ditunjuk menjadi anggota Majlis asy-Syura, suatu forum yang membicarakan soal
penggantian khalifah. Forum ini beranggotakan enam orang. Kelima orang lainnya
adalah Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'd bin Abi
Waqqas, dan Abdur Rahman bin Auf. Hasil musyawarah menentukan Usman bin Affan
sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab.


Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Ali banyak mengeritik kebijaksanaannya
yang dinilai terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya (nepotisme). Ali
menasihatinya agar bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan
penyelewengan dengan mengatasnamakan dirinya. Namun, semua nasihat itu tidak
diindahkannya. Akibatnya, terjadilah suatu peristiwa berdarah yang berakhir
dengan terbunuhnya Usman.


Kritik Ali terhadap Usman antara lain menyangkut Ubaidillah bin Umar, yang
menurut Ali harus dihukum hadd (beberapa jenis hukuman dalam fikih) sehubungan
dengan pembunuhan yang dilakukannya terhadap Hurmuzan. Usman juga dinilai keliru
ketika ia tidak melaksanakan hukuman cambuk terhadap Walib bin Uqbah yang
kedapatan mabuk. Cara Usman memberi hukuman kepada Abu Zarrah juga tidak
disetujui Ali.


Usman meminta bantuan kepada Ali ketika ia sudah dalam
keadaan terdesak akibat
protes dan huru-hara yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak setuju
kepadanya. Sebenarnya, ketika rumah Usman dikepung oleh kaum pemberontak, Ali
memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husein, untuk membela Usman. Akan tetapi
karena pemberontak berjumlah besar dan sudah kalap, Usman tidak dapat
diselamatkan.


Segera setelah terbunuhnya Usman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk
dibaiat menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi
orang yang patut menduduki kursi khalifah setelah Usman. Mendengar permintaan
rakyat banyak itu, Ali berkata, "Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah
perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para
pejuang Perang Badr."


Dalam suasana yang masih kacau, akhirnya Ali dibaiat. Pembaiatan dimulai oleh
sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'd bin
Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak.
Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25 Zulhijah 33 di Masjid Madinah seperti
pembaiatan para khalifah pendahulunya. Segera setelah dibaiat, Ali mengambil
langkah-langkah politik, yaitu:

Memecat para pejabat yang diangkat Usman, termasuk di dalamnya beberapa
gubernur, dan menunjuk penggantinya.
Mengambil tanah yang telah dibagikan Usman kepada keluarga dan kaum kerabatnya
tanpa alasan kedudukan sebagai khalifah sampai terbunuh pada tahun 661.

Pemberontakan ketiga datang dari Aliran Khawarij, yang semula merupakan bagian
dari pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Mu'awiyah, tetapi kemudian keluar
dari barisan Ali karena tidak setuju atas sikap Ali yang menerima tawaran
berdamai dari pihak Mu'awiyah. Karena mereka keluar dari barisan Ali, mereka
disebut "Khawarij" (orang-orang yang keluar). Jumlah mereka ribuan orang. Dalam
keyakinan mereka, Ali adalah amirulmukminin dan mereka yang setuju untuk
bertahkim telah melanggar ajaran agama. Menurut mereka, hanya Tuhan yang berhak
menentukan hukum, bukan manusia. Oleh sebab itu, semboyan mereka adalah Id hukma
ilia bi Allah (tidak ada hukum kecuali bagi Allah). Ali dan sebagian pasukannya
dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan.
Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah. Mereka
mengangkat pemimpin sendiri, yaitu Syibis bin Rub'it at-Tamimi sebagai panglima
angkatan perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan. Di
Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur Ali dan orang-orang
yang menyetujui tahkim, termasuk di dalamnya Mu'awiyah, Amr bin As, dan Abu Musa
al-Asy'ari. Kegagalan Ali dalam tahkim menambah semangat mereka untuk mewujudkan
maksud mereka.


Posisi Ali menjadi serba sulit. Di satu pihak, ia ingin menghancurkan Mu'awiyah
yang semakin kuat di Syam; di pihak lain, kekuatan Khawarij akan menjadi sangat
berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya Ali mengambil keputusan untuk
menumpas kekuatan Khawarij terlebih dahulu, baru kemudian menyerang Syam. Tetapi
tercurahnya perhatian Ali untuk menghancurkan kelompok Khawarij dimanfaatkan
Mu'awiyah untuk merebut Mesir.


Pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Khawarij terjadi di Nahrawan
(di sebelah timur Baghdad) pada tahun 658, dan berakhir dengan kemenangan di
pihak Ali. Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan, hanya sebagian kecil yang
dapat meloloskan diri. Pemimpin mereka, Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi, ikut
terbunuh.


Sejak itu, kaum Khawarij menjadi lebih radikal. Kekalahan di Nahrawan
menumbuhkan dendam di hati mereka. Secara diam-diam kaum Khawarij merencanakan
untuk membunuh tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi perpecahan umat,
yaitu Ali, Mu'awiyah, dan Amr bin As. Pembunuhnya ditetapkan tiga orang, yaitu:
Abdur Rahman bin Muljam ditugaskan membunuh Ali di Kufah, Barak bin Abdillah
at-Tamimi ditugaskan membunuh Mu'awiyah di Syam, dan Amr bin Bakar at-Tamimi
ditugaskan membunuh Amr bin As di Mesir. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil
menunaikan tugasnya. Ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan salat subuh
di Masjid Kufah. Ali mengembuskan napas terakhir setelah memegang tampuk
pimpinan sebagai khalifah selama lebih-kurang 4 tahun.

Abu Hanifah dan Tetangganya

 
Di Kufah, Abu Hanifah mempunyai tetangga tukang sepatu. Sepanjang hari bekerja, menjelang malam ia baru pulang ke rumah. Biasanya ia membawa oleh-oleh berupa daging untuk dimasak atau seekor ikan besar untuk dibakar. Selesai makan, ia terus minum tiada henti-hentinya sambil bemyanyi, dan baru berhenti jauh malam setelah ia merasa mengantuk sekali, kemudian tidur pulas.

Abu Hanifah yang sudah terbiasa melaksanakan salat sepanjang malam, tentu saja merasa terganggu oleh suara nyanyian si tukang sepatu tersebut. Tetapi, ia diamkan saja. Pada suatu malam, Abu Hanifah tidak mendengar tetangganya itu bernyanyi-nyanyi seperti biasanya. Sesaat ia keluar untuk mencari kabarnya. Ternyata menurut keterangan tetangga lain, ia baru saja ditangkap polisi dan ditahan.

Selesai salat subuh, ketika hari masih pagi, Abu Hanifah naik bighalnya ke istana. Ia ingin menemui Amir Kufah. Ia disambut dengan penuh khidmat dan hormat. Sang Amir sendiri yang berkenan menemuinya.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya sang Amir.
"Tetanggaku tukang sepatu kemarin ditangkap polisi. Tolong lepaskan ia dari tahanan, Amir, " jawab Abu Hanifah.
"Baikiah," kata sang Amir yang segera menyuruh seorang polisi penjara untuk melepaskan tetangga Abu Hanifah yang baru ditangkap kemarin petang.

Abu Hanifah pulang dengan naik bighalnya pelan-pelan. Sementara, si tukang sepatu berjalan kaki di belakangnya. Ketika tiba di rumah, Abu Hanifah turun dan menoleh kepada tetangganya itu seraya berkata, "Bagaimana? Aku tidak mengecewakanmu kan?"
"Tidak, bahkan sebaliknya." Ia menambahkan, "Terima kasih. Semoga Allah memberimu balasan kebajikan."

Sejak itu ia tidak lagi mengulangi kebiasaannya, sehingga Abu Hanifah dapat merasa lebih khusyu' dalam ibadahnya setiap malam.

Sumber: Al-Thabaqat al-Saniyyat fi Tajarun al-Hanafiyat, Taqiyyuddin bin Abdul Qadir al-Tammii

Serial Fiqh Kemenangan dan Kejayaan Dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah : Macam-macam Kejayaan; Kejayaan Dalam Menyampaikan Risalah dan Amanah (Kisah Ashabul Ukhdud)


Kisah seorang pemuda yang berhadapan dengan raja kafir merupakan kisah yang nyata akan pertolomgam Allah SWT terhadap para duat dalam menyampaikan risalah dan menunaikan amanah.
Rasulullah saw bersabda: “Umat sebelum kalian, dikisahkan ada seorang raja yang memiliki tukang sihir, ketika tukang sihir lanjut usia, dirinya berkata kepada sang raja : sesungguhnya saya telah lanjut usia dan akan datang ajalku, maka berikanlah kepada saya seorang anak muda agar aku dapat mengajarkan dan mewariskan sihirku, maka diberikanlah kepadanya anak muda dan kemudian diajarkan ilmu sihir, namun antara anak muda dan penyihir ada seorang rahib sehingga anak muda tersebut mendatanginya dan mendengarkan ucapannya yang menakjubkan, disaat anak muda mendatangi tukang sihir selalu dipukul, lalu sang rahibpun bertanya : ada apa dengan dirimu? Akhirnya diapun mengadukan peristiwa yang dialaminya kepada sang rahib, lalu dia berkata : jika penyihir ingin memukulmu maka katakanlah : aku telah terkurung oleh keluargaku, dan jika keluargamu ingin memukulmu maka katakanlah : aku telah terkurung oleh penyihir.
Dan suatu ketika, pada suatu perjalanan dia melihat binatang (beruang) besar yang menakutkan yang telah mengurung sekelompok manusia sehingga mereka tidak mampu keluar darinya, diapun berkata : pada hari ini aku ingin melihat apakah yang diajarkan oleh rahib atau yang diajarkan penyihir yang lebih aku cintai, lalu diapun mengambil batu dan melemparkannya ke binatang tersebut sambil berkata : “Ya Allah jika ajaran yang diberikan oleh sang rahib yang Engkau ridloi dan cintai daripada ajaran penyihir maka bunuhlah binatang tersebut hingga manusia dapat bebas darinya! Lalu diapun melemparkan batu tersebut dan berhasil terbunuh, sehingga manusia pun dapat melewatinya. Dan peristiwa tersebut diberitakan kepada sang rahib, lalu dia berkata : wahai anakku engkau lebih utama dariku, dan engkau kelak akan menghadapi suatu cobaan, dan jika engkau menghadapi cobaan janganlah sebut namaku; sang anak muda tersebut memiliki keahlian dapat menyembuhkan penyakit buta dan kusta dan segala penyakit lainnya atas izin Allah.
Suatu ketika saudaranya raja mengalami buta, dan ketika mendengar akan pemuda yang dapat menyembuhkan penyakit maka diminta untuk mendatanginya dan akan diberikan banyak hadiah, lalu berkata : obatilah aku, dia berkata : saya tidak bisa menyembuhkan penyakit apapun, namun yang menyembuhkan adalah Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung, jika anda beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada Allah untuk kesembuhanmu, maka diapun beriman dan mendoakannya lalu sembuh dari penyakit buta, kemudian dia datang kepada sang raja dan duduk bersamanya, lalu rajapun berkata kepada orang tersebut : Wahai fulan siapa yang mengembalikan penglihatanmu? Diapun berkata : Tuhanku. Rajapun berkata : Saya? Dia berkata : Bukan, tapi Tuhanku dan Tuhanmu juga. Raja berkata: apakah kamu punya Tuhan selainku? Dia berkata : Ya, Tuhan saya adalah Allah dan Tuhan anda juga Allah. Akhirnya rajapun menyiksanya sehingga dia menyebutkan anak muda yang mengajarinya. Lalu dipanggillah anak muda tersebut. Rajapun berkata : Wahai anakku, dari sihirmu kamu dapat menyembuhkan penyakit buta dan kusta dan penyakit lainnya? Diapun berkata: Aku sama sekali tidak dapat menyembuhkan namun yang menyembuhkan adalah Allah. Raja berkata : Aku? Dia berkata : bukan. Raja berkata: apakah kamu mempunyai Tuhan selainku? Dia berkata: Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, lalu Rajapun menyiksanya dan terus menyiksanya sehingga dia menunjukkan tempat sang rahib, maka rahibpun dipanggilnya. Raja berkata : Kembalilah pada agamamu yang lama! Namun rahib tidak mengabulkannya sehingga dirinya disiksa dengan gergaji besi dikepalanya sehingga dirinya terbelah menjadi dua.
Dan kemudian raja berkata kepada anak muda: kembalilah pada agamamu! diapun menolaknya sehingga dirinya dibawa kegunung ini dan ini, raja berkata kepada pasukannya : jika kalian telah sampai dan anak muda kembali pada agamanya maka kembalilah. Namun jika tidak, maka lemparkanlah ke dalam jurang! Kemudian mereka pergi dan ketika sampai ke puncak gunung. Anak muda itu berkata : “Ya Allah selamatkanlah diriku dari mereka sesuai Kehendak-Mu, maka gunungpun mengeluarkan angin yang kencang sehingga mereka terbawa oleh angin dan terjerumus kedalam jurang, namun anak muda tersebut selamat dan mendapati dirinya tidak luka. Lalu beliau datang lagi kepada raja. Rajapun berkata : apa yang telah dilakukan oleh sahabatmu. Dia berkata : Allah telah telah menyelematkanku dari mereka. Rajapun marah dan menyuruh pasukan yang lain untuk membawanya ke tengah lautan. Raja berkata : kalian harus membawanya ke tengah lautan hingga dia mau kembali kepada agama lama, namun jika tidak mau maka tenggelamkanlah, maka merekapun mengarungi lautan, lalu anak muda tersebut berkata : Ya Allah selamatkanlah aku dari mereka dengan apa yang Engkau Kehendaki! Maka merekapun akhirnya tenggelam kecuali anak muda tersebut. Lalu anak muda itupun kembali lagi kepada raja. Rajapun berkata : apa yang dilakukan sahabat-sahabatmu? Allah telah menyelamatkan aku dari mereka. Kemudian pemuda itu berkata kepada raja: engkau tidak akan mampu membunuhku hingga engkau mau melakukan apa yang aku perintahkan, maka jika engkau melakukan apa yang aku perintahkan maka engkau pasti dapat membunuhku, jika tidak maka engkau tidak akan membunuhku. Raja berkata : apa perintahmu? Raja berkata : Engkau kumpulkan manusia dalam satu tempat dan engkau salib aku pada tiang, kemudian lemparkan panah kepadaku sambil berkata : Dengan nama Allah Tuhan anak muda, jika engkau melakukannya maka engkau akan dapat membunuhku, maka rajapun melakukannya dan meletakkan panah kemudian melemparkannya sambil berkata : Dengan nama Allah Tuhan anak muda, maka panahpun jatuh dekat dengan dirinya lalu anak muda itu meletakkan tangannya ketempat panah kemudian mati, seketika itu pula orang-orang yang hadir berkata : Kami beriman kepada Tuhan anak muda itu.
Maka dikatakan kepada raja : tahukah anda apa yang anda takutkan? Sungguh apa yang telah anda lakukan membuat manusia seluruhnya telah beriman kepada Allah, maka rajapun memerintahkan untuk mengumpulkan besi yang didalamnya ada parit, kemudian besi tersebut dibakar, kemudian raja berkata : barangsiapa yang kembali kepada agamanya maka biarkan dia hidup, jika tidak maka masukkan mereka ke dalam api.
Lalu Rasul bersabda : mereka ada yang kembali dan ada pula yang bertahan, dan diantara mereka ada seorang wanita membawa anak yang sedang menyusu, namun sang ibu tidak tega membawa anaknya ke dalam api, hingga sang bayi berkata kepadanya : “Bersabarlah ibuku, karena engkau berada dalam kebenaran”. [1]
sang pemuda telah mendapatkan kemenangan dengan aqidahnya dihadapan sang raja yang dzalim, manhaj rabbaninya telah kokoh di dalam jiwa umat manusia yang berada di bawah kekuasaan raja yang musyrik dan kejam, mereka teguh dalam aqidah dan berkorban dengan jiwa demi mempertahankan keimanan, sehingga umat memahami salah satu nilai dari nilai-nilai kemenangan.
Sayyid Qutb berkata : “Secara kasat mata tampak para pelaku kedzaliman mendapatkan kemenangan dan mampu mengalahkan keimanan, padahal keimanan yang telah mencapai puncaknya dalam tubuh dan jiwa kelompok yang baik, mulia, teguh nan tinggi, tidak ada bandingan dan persamaannya dalam perang yang terjadi antara keimanan dan kedzaliman.
Secara kasat mata tampak penghabisan yang mengenaskan dan menyakitkan, namun Al-Qur’an mengajarkan sesuatu yang lain, menyingkap hakikat yang berbeda. Bahwa kehidupan dan berbagai hal yang menyelimutinya dari kenikmatan dan kesedihan, kecintaan dan keharaman bukan nilai terbesar dalam timbangan, bukan pula sebagai barang yang terhitung sebagai keuntungan dan kerugian, karena kemenangan tidak terbatas pada kemenangan yang nyata. Karena itu kisah diatas merupakan salah satu gambaran dari berbagai gambaran kemenangan yang banyak.
Bahwa setiap manusia pasti akan mati, dan penyebab kematiannya berbeda-beda, namun sebagian manusia ada yang tidak mendapatkan kemenangan, tidak mendapatkan derajat yang tinggi, tidak medapatkan kemerdekaan bahkan tidak mampu bergerak mencapai puncak kemuliaan kecuali atas izin Alah dan kehendak-Nya terhadap satu kelompok yang mulia dari hamba-hamba-Nya.
Manusia seluruhnya akan mati namun masing-masing mereka ada perbedaan dalam menggapai kemuliaan, karena kemuliaan ada ditangan Allah.
Dalam kehidupan manusia jika kita mau melihatnya dari generasi ke generasi, maka akan kita dapatkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk dapat selamat dalam kehidupan mereka dari kekalahan karena keimanan mereka, namun betapa banyak orang yang mengalami kerugian dan betapa banyak umat manusia yang mangalami kesengsaraan.
Betapa banyak mereka mengalami kerugian karena mereka telah membunuh nilai yang besar ini, makna kehidupan tanpa akidah, kehidupan tanpa kebebasan, bahkan mereka kehilangan nilai-nilai sehingga para oelaku kedzaliman mampu mengalahkan ruh-ruh mereka setelah terlebih dahulu menguasai fisik mereka.

Allah berfirman : “Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan Karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Al-Buruj:8) hakikat yang harus direnungi oleh orang yang beriman yang menyeru kepada Allah disetiap tempat dan generasi.
Bahwa pertempuran antara orang-orang beriman dan musuh-musuhnya adalah merupakan perang akidah, bukan karena yang lain. Bahwa musuh-musuh tidak akan dendam kecuali karena keimanan, dan tidak membenci mereka kecuali karena akidah yang terpatri dalam lubuk hati mereka. [2]
Bagi siapa yang merenungi kisah pemuda diatas, maka akan diperoleh pelajaran, bahwa sang pemuda telah mendapatkan kemenangan karena akidah dan manhajnya, begitupun sang rahib yang begitu teguh mempertahankan prinsip akidahnya sekalipun jiwanya terancam dan menjadi korban serta hancur, adapun orang yang buta telah mendapatkan dua kemenangan, kemenangan saat berada dalam kekuasaan dan hidup dilingkungan raja, memiliki jabatan dan kekuasaan, dan kemenangan kedua saat dirinya berlepas dari kekufuran menuju akidah dan iman.
Sang rahib dan orang yang buta telah mendapatkan kekekalan akan nilai-nilai yang agung dan kemenangan yang hakiki, jauh dari takwil dan tafsir bebas yang menutupi banyak orang karena kelemahan mereka dan tertutup oleh tirai yang mengitari mereka dengan alasan mereka telah melakukan itu semua untuk agama.
sang pemudapun cerdik dan cerdas, disaat dirinya memiliki kesempatan yang besar dalam menyebarkan risalah Tuhannya, diambilnya kesempatan tersebut dengan baik dan merealisasikan nilai-nilai agung dalam pemahaman nasr dan kejayaan.
sang pemuda dengan pemahamannya yang kuat, daya pandangannya yang jauh ke depan dan menggunakan berbagai cara untuk memenangkan agama dan aqidahnya, serta mengeluarkan umatnya dari kesesatan menuju hidayah, dari kekufuran menuju keimanan, mendapatkan kemenangan saat dirinya sepakat mengambil keputusan ketimbang lari dari kenyataan, melewati berbagai ringtangan, mengalahkan hawa nafsu, kenikmatan dan kesenangan hidup di dunia. Mendapatkan kemenangan atas raja yang dzalim dan arogan, yang telah Allah butakan mata hatinya, sehingga membakar kerajaan melalui tangannya, yang buta bukanlah matanya namun yang buta adalah hati yang ada di dalam dada. Pemuda yang cerdas ketika mengatur untuk menghancurkan raja yang kafir dan mengatur jalan mendapatkan syahadah di jalan Allah SWT.
Sungguh kemenangan yang mulia dalam peperangan antara kufur dan keimanan guna mempertahankan akidah, dirinya telah mengorbankan diri di jalan Allah hingga dengan cara itu seluruh umat berbondong beriman kepada Tuhan pemuda tersebut. sungguh hal tersebut merupakan konsep yang jeli, eksekusi yang cerdas, ide yang bersih dan kemenangan dan kesuksesan yang menakjubkan.
sang pemuda mendapatkan kemenangannya saat dirinya dijadikan oleh Allah sebagai tauladan oleh umat setelahnya, selalu diingat dan dikenang dengan baik dihadapan lisan orang-orang yang beriman, dan Allah juga menjadikannya sebagai lisan kebenaran dan kejujuran untuk umat setelahnya. Kemenangan yang telah berdatangan dan sampai hingga akarnya saat seluruh umat beralih kepada agama yang hak dan menuju Tuhan sang pemuda, mereka beriman kepada Allah yang Maha Esa, kufur terhadap thagut, sehingga memuncak rasa gila sang raja, hilang akalnya kemudian menggunakan segala cara dan upaya melakukan teror dan penyiksaan, guna mempertahankan dan melanggengkan kewibawaan dan kekuasaannya serta untuk memperbudak manusia untuknya.
Karena itulah sang raja yang dzalim membuat parit yang diisi dengan api membara, lalu menyuruh para tentaranya dan pasukannya untuk menceburkan mereka yang beriman. Namun dari itu semua secara mengejutkan, walaupun yang lemah tetap lemah, lari orang yang ingin lari. Jika telah kita dapatkan langkah dan keberanian, hal itulah yang mendorong ke dalam api neraka dan itu tidak asing, karena iman yang merasuk dalam jiwa mereka mampu membangkitkan keberanian dan keteguhan, mereka telah mendapatkan inspirasi dari sang pemuda, seakan mereka telah mendapatkan kenikmatan dalam mengorbankan ruh dan jiwa mereka dalam mempertahankan akidah dan agama mereka.
Iman yang hakiki menjadikan umat yang asing dan beriman mampu menghancurkan kedzaliman yang berkepanjangan dalam hidup mereka, tahun-tahun panjang yang memperbudak mereka oleh penguasa dzalim, walaupun waktu yang pendek yang diiringi dengan keimanan yang terpatri dalam jiwa dan pengetahuan akan hakikat manhaj rabbani seperti halnya yang diimani oleh umat yang sejahtera dengan beriman kepada Tuhan pemuda tersebut, seakan mereka mengenal manhaj dan hidup di dalamnya sebagaimana yang dialami oleh sang rahib sepanjang hayatnya, atau terbina sebagaimana terbinanya sang pemuda oleh sang rahib.
Hakikat keimanan ketika bercampur dengan kejernihan hati dan merasuk dalam ruh akan menghasilkan sesuatu yang menakjubkan. kemenangan yang diraih umat yang beriman kepada Tuhan pemuda adalah kemenangan bersama yang membawa berkah menunjukkan akan kesucian aqidah, kejelasan manhaj, kebersihan jalan dan kefahaman hakikat kemenangan.
Kita tidak akan mendapatkan dalam Al-Quran dan As-sunnah yang menyebutkan kemenangna kedzaliman, bagaimana akhir dari kehidupan mereka di dunia, dan segala puji bagi Allah yang memiliki hikmah yang telah menyembunyikan hakikat tersebut kepada kita. [3].
Memang, terdapat pula dalam akhir kisah mereka seruan kepada mereka dan peringatan: “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (Al-Buruj : 10)
Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Lihatlah akan kemuliaan dan kedermawanan ini. mereka telah membunuh para wali Allah, namun Allah tetap menyeru mereka untuk bertaubat dan mohon ampun”. [5]
Bahwa akhir dari peristiwa ini menyiratkan makna akan makna-makna kemenangan, siapa yang mendapatkan kemenangan? yang telah menolong akidah dan agama Tuhannya, namun dibakar selama beberapa menit, kemudian berpindah pada surga yang penuh dengan kenikmatan, atau demikian yang memberikan kenikmatan beberapa hari di dunia kemudian tempat kembalinya –jika tidak mau bertaubat- adalah azab jahannam dan azab yang membakar?
Apakah ada bandingannya dari api yang membakar pertama dan api yang membakar kedua??… Api yang membakar di dunia dan api yang membakar di akhirat? sungguh yang demikian adalah perpindahan yang sangat jauh, orang-orang yang beriman yang terbakar di dunia, maka mereka mendapatkan “Ganjaran di surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai” (Al-BUruj : 11) diberitahukan hasil yang tidak diragukan dan diperdebatkan : “Demikianlah ganjaran yang besar”. bukankah yang demikian adalah kemenangan? ini adalah di alam akhirat, adapun di dunia manhajnya telah terpatri dalam hati manusia yang tampak secara jelas.
___________________________________________
[1] Muslim, kitab Zuhud wa raqaiq, bab ashabul ukhdud, no 3005, jil. 3 hal. 2299
[2] Lihat: Ma’alim fi Thariq, fasal; hadza huwa thariq, hal. 173
[3] Lihat: Hakikat Intishar, hal. 13-14
[4] Tafsir Ibnu Katsir, jil. 4, hal. 496
sumber: al-ikhwan.net

Akibat Mengabaikan Amal Sunnah Yaumiyah


Jika kita melihat pada perjalanan hidup para sahabat ra, maka akan kita lihat bagaimana mereka senantiasa menjaga terhadap hal-hal yang sunnah, bahkan berhati-hati terhadap hal yang mubah, karena cinta mereka yang begitu tinggi kepada Allah SWT dan karena takut terjerumus pada hal-hal yang dimurkai Allah.Kita membaca seorang sahabat yang mulia Abu Salamah ra, yang memiliki kebiasaan setiap pulang dari majlis Rasulullah SAW di malam hari, senantiasa membangunkan istrinya untuk bersegera menceritakan oleh-oleh berupa cahaya wahyu al-Qur’an yang baru didapatnya. Kita juga melihat bagaimana shahabat Umar ra menginfakkan kebunnya yang disayanginya di Madinah hanya karena tertinggal takbiratul-ihram dalam shalat berjama’ah, dll.
Sebab-Sebab Terjadinya Pengabaian
1. Terkotori oleh kemaksiatan
  • Kemaksiatan berapapun kecilnya adalah berbahaya, bukankah Nabi SAW bersabda: “Apabila seorang hamba berbuat dosa, maka diberikan noda hitam dalam hatinya.” Maka janganlah melihat kecilnya sebuah maksiat, tapi lihat kepada siapa maksiat itu diarahkan?!
  • Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa makna hajrul-qur’an (meninggalkan al-Qur’an) dalam surat al-Furqan bukan hanya berarti tidak membaca, melainkan juga tidak mau menghafal & mengamalkan al-Qur’an. Maka saat ditimpa musibah berat, jangan sedih, mungkin sedemikian banyaklah dosa
    kita.
  • Tapi kita tak perlu putus asa, karena jika bertaubat insya Allah akan dihapus dosa tersebut oleh Allah SWT, sebagaimana kata para ulama : La Kaba’ir ma’al Istighfar, wala Shagha’ir ma’al Istimrar.
2. Berlebih-lebihan dalam hal yang mubah
  • Memang mubah adalah boleh, tapi jika berlebihan maka dapat merusak amal, minimal menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga.
  • Dalam Kitab at-Tauhid, Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa pintu masuk syetan yang terakhir adalah pintu ini, setelah pintu murtad, pintu syirik, pintu bid’ah, pintu kufur, pintu maksiat dan pintu makruh.
3. Tidak sadar akan nilai nikmat Allah
  • Dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 34 [1] disebutkan tentang demikian banyaknya limpahan nikmat-Nya pada diri kita. Juga surat QS al-Kautsar [2]. Maka nikmat RABB-mu yang mana lagi yang akan kamu dustakan (dengan tidak bersyukur/beribadah)?
  • Sampai-sampai kita masuk jannah-pun karena nikmat-Nya dan bukan karena amal kita (HR Bukhari Muslim).
4. Lalai terhadap kebutuhan kita terhadap amal-amal tersebut.
  • Di antara manfaat istighfar adalah menambah kekuatan fisik, rizki, dsb [3].
  • Jika ingin diingat-Nya maka kita dulu harus ingat pada-Nya (Fadzkuruni adzkurkum…).
  • Fenomena yang ada di antaranya ialah banyak menyia-nyiakan waktu, menunda-nunda atau bahkan sampai tak tahu apa yang akan dikerjakan lagi.
5. Lemahnya pemahaman yang benar tentang hakikat pahala yang berlipatganda.
  • Di antara amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu walau sedikit.
  • Nabi SAW, jika ada waktu istirahat maka istirahat beliau SAW adalah melakukan shalat (Arihna ya Bilal bish Shalat…).
6. Melupakan kematian & apa yang menanti setelahnya.
  • Allah mengingatkan kita untuk senantiasa mempersiapkan bekal untuk setelah mati [4].
  • Kata Ali ra: “Shalatlah kalian seperti shalatnya seorang yang akan meninggalkan dunia.”
  • Pesan Abubakar pada Aisyah ra: “… dan jika aku sudah meninggal, maka kafanilah aku dengan kain yang paling murah, karena ia hanya akan menjadi wadah nanah & darah…”
7. Mengira amalnya sudah cukup
  • Dicela oleh Allah SWT.
  • Nabi SAW saat turun surat Hud, Waqi’ah, An Naba’ & Takwir sampai beruban rambutnya.
8. Terlalu banyak tugas & pekerjaan
  • Maka harus tawazun, ingat kisah Salman & Abu Dzar ra.
  • Nabi SAW membagi waktunya dalam 3 bagian: 1/3 untuk Rabb-nya, 1/3 untuk keluarganya & 1/3 untuk ummatnya.
9. Ditunda-tunda & dinanti-nanti
  • Sabda nabi SAW: “Persiapkanlah yang 5 sebelum datang yang 5: Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”
  • Orang yang kuat menurut Umar ra adalah orang bersegera dalam setiap amal.
10. Menyaksikan sebagian panutan dalam kondisi pengabaian
  • Imam Ghazali menyebutkan bahwa salah satu dosa kecil yang bisa menjadi dosa besar adalah dosa kecil yang dilakukan oleh ulama, karena dapat mengakibatkan ditiru orang lain.
  • Oleh karenanya maka Nabi SAW demikian menekankan disiplin pada keluarganya (Fathimah ra, Ali ra, Hasan & Husein ra) sebelum orang lain.
Maraji’:
- Kitab Afaatun ‘ala Thariiq ad Dakwah, DR. Muh. Nuh
- Al-Mustakhlash fi Tazkiyyatil Anfus, Syaikh Sa’id Hawwa
- Tadzkiratud Du’at, Syaikh Bahi al-Khauly rahimahumuLLAH.
Catatan Kaki:
[1] “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)
[2] “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar [108]: 1-3)
[3] “…maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12)
[4] “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr [59]: 18)
 Sumber: Al-Ikhwan.net

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates